Malas, memang sangat malas dan bosan tiap hari harus pergi ke sekolah, bahkan ditambah lagi dengan tugas-tugas yang membuatku enggan mengerjakannya.
Ya, saat itulah aku sedang duduk di Sekolah Menengah Atas. Memang, semua dijalanin dengan terpaksa. Ingin sekali cepat-cepat keluar dari semua jenjang pendidikan.
“Hai! Boleh kenalan?” Seorang cowok menyapaku dengan penuh senyuman.
“Iya, aku Rista, kau?” Tanyaku balik padanya.
“Aku Andi kelas X. Oh ya, kamu?”
“Aku kelas XI.” Jawabku simple, karena aku tak tahu dia siapa. Aku tak mengenalnya, karena aku baru saja sekolah disana.
“Oh ya, senang kenal denganmu.”
“Iya, akupun begitu, yaudah aku tinggal dulu ya?” Aku pergi dari tempat itu dan segera memasuki kelasku. Seperti biasa aku malas sekali memasuki kelasku. Entahlah, semua harus dijalanin seuai takdri anak remaja sepertiku yang masih polos.
“Eh, Ris? Aku tunggu lama banget si.” Ujar Ira padaku.
“Sorry… sorry Ra, tadi aku ketemu kakak kelas, jadinya lama.” Jelasku padanya.
“Wah? Kakak kelas yang mana tuh?” Tanyanya padaku.
“Yah, kepo kamu Ra, dia Andi katanya si.” Jawabku polos.
“What? Andi? Setau aku dia playboy di sekolah ini.”
“Masa sih?” Aku tak percaya dengannya.
“Iya katanya si, tapi kamu hati-hati yang sama dia.”
“Iya Ra, aku yakin dia baik ko orangnya.
Di tengah perbincangan kami, seorang guru masuk kelas dan memulai belajar seperti biasa. Aku menjalaninya dengan sedikit rasa bosan. Ya, istirahatpun telah memanggil kami, bahkan perut kami telah memanggil untuk segera diisi.
Istirahatpun telah berlalu, saat memulai pelajaran yang berbeda. Kali ini aku serius belajar, dikarenakan seorang guru yang mengajar sangat baik.
“Teet… teett… teeettt…” Suara bel dari atas pintu kelas telah berbunyai sebagai tanda saatnya pulang dan istirahat melepas lelah.
Aku berjalan menuju keluar dari gerbang sekolahku.
“Ris, pulang bareng yuk?” Ajak Andi mengagetkanku dari belakang.
“Emm, arah kamu kemana?” Tanyaku.
“Kesana.” Dia menunjuk kearah Selatan.
“Lah, kita gak searah, aku kesana.” Aku menunjuk ke arah Timur.
“Ya, gapap kali, aku nganterin kamu, aku udah nunggu kamu loh dari tadi.”
“Ya udah kalau kamu gak keberatan.” Balasku padanya.
Akupun pulang diantarkan oleh Andi dengan motornya. Aku segera berterima kasih setelah sampai di rumahku, Akupun melapas semua kelelahanku pulang sekolah. Tapi, mengurangi kelelahanku karena Andi mengantarku pulang.
Sejak saat itu, Andi selalu menyapaku setiap ketemu, bahkan dia selalu menungguku keluar dari kelasku. Apa yang kurasa? Hatiku mulai terasa suatu hari Andi mengajakku berjalan di sebelah taman yang ramai dikunjungi orang ya, kebanyakan si remaja yang memadati taman tersebut.
“Ris, emmm! Aku mau bilang sesuatu sama kamu.” Ucap Andi dengan pelan.
“Iya, bilang aja.” Aku menanggapinya dengan santai karena aku masih amat polos.
“Aku… sebenarnya aku…” Ucapan Andi terpotong karena aku melihat sebuah layangan yang terbang nan indah.
“Andi, lihat itu.” Tunjukku pada layangan di atas.
“Iya, iya kau mau?”
“Iya aku mau! Di” Pintaku padanya.
Aku dan Andi menerbangkan layang-layang bersama.
“Risa aku suda sama kamu?” Ujar Andi perlahan.
“Apa Di? Aku gak denger, disini rama sekali.”
“Rista! Aku sayang sama kamu, kamu maukan jadi pacarku.” Suara uangkapan Andi membuatku menatapnya dan tentu saja perasaanku seneng bercampur bingung.
“Loh, malah bengong! Jawab dong.”
“I… Iya aku juga, aku mau ko.” Aku membalas ungkapannya dan langsung menutup mukaku karena malu.
“Rista! Layangannya lepas!” Teriak Andi.
“Oh… Aku lupa maaf ya.”
“Emmm kamu, gapapa ko.” Andi mencubit hidungku. Aku kesakitan dan pengen mencubitnya balik, tapi dia berlari sangat cepat dan aku mengejarnya. Aku gak mau kalah dengannya. Aku menipunya dengan pura-pura terjatuh.
“Awww” Teriakku pura-pura kesakitan. Andi segera balik mengahmpiriku.
“Kamu? Kenapa? Maafin aku yah Ris, semua gara-gara aku.” Ucapnya lirih dengan nada menyesal. Andi menggendongku dengan menahan keberatanku.
Setelah Andi jauh menggendongku, aku segera mengatakan kebohonganku.
“Emang enak dikerjain.” Ucapku dari asalnya pasang wajah sakit langsung jadi tersenyum.
“Apa? Dasar kau jail.” Andi melepaskan dari gendongannya dan langsung mencubitku.
“Dasar! Pacarku ini ternyata seorang drama queen ya, pinter banget bohongnya.” Ejek Andi padaku.
“Eh… Apaan si, biarlah sengaja iseng biar ngerasain capenya ngejar kamu.”
“Sayang, mau ice cream gak?” Tanyanya padaku.
“Eh, anak alay manggil sayang. Yaudah aku mau dong bang.” Pintaku padanya.
“Abang? Kamu kira aku tukang cilok apa.”
“Ya udah pergi sana cepat.” Aku menyuruhnya untuk segera membeli ice ceram. Tak lama kemudian dia datang membawa ice creamnya.
“Lah, ko satu belinya?” Tanyaku.
“Ini buat aku aja lah.”
“Aku gimana?”
“Ya kan aku ntar suapin kamu.”
“Oh… yaudah deh.”
Kita makan ice cream secara bergantian, tetapi disaat giliran aku yang makan, dia malah belepotin ice creamnya kemuka aku.
“Andi kamu.”
“Apa Ris?” Tanyanya pura-pura tak bersalah. Aku melihat satu ice cream di belakang Andi yang ia sembunyikan aku mengambilnya dan segera membuka ice cream itu.
“Andi? Liat aku?” Andi melihatku dan aku sengaja menjebaknya untuk menambahkan sedikit rasa manis dimulutnya dengan ice cream.
Kami segera membersihkan muka masing-masing dengan handuk kecil.
Hari mulai gelap, kami segera pulang ke rumah setelah melewati hari-hari bahagia ini. Hatiku pun yang bahagia menjadi malas setelah matahari mulai terbit, karena harus seperti biasa pergi ke sekolah.
Pagi ini, aku dikagetkan dengan melihat Andi berangkat sekolah bareng Ira dengan romantisnya mereka bersama. Aku mencoba sabar menyikapinya. Setelah di sekolah Andi begitu sangat dignin padaku, bahkan dia tidak menyapaku sama sekali. Aku sangat sakit dengan sikapnya.
“Ris, ikut aku, ada yang mau aku omongin ke kamu.” Upca Nia teman sekelasku.
“Ada apa Nia?” Tanyaku heran.
“Tadi aku sempat lihat Andi sama Ira barengan, dan mereka kelihatannya bahagia.”
“Nggak ko Nia, itu aku tahu, tapi itu sahabatku.” Jelasku padanya.
“Kalau kamu gak percaya, mendingan kamu ikut kau.” Ajak Nia padaku.
Akupun menyetujui untuk ikut dengannya, aku tak tahu apa yang akan dia tunjukkan padaku.
Aku dikagetkan dengan melihat Ira dan Andi duduk berdua di taman sekolah, dan terlihat Andi memberikan bunga pada Ira dan mengungkapkan isi hatinya.
Aku benar-benar sangat tepuruk rapuh melihatnya. Akupun langsung berlari dengan menangis tak tertahan.
Keesokan harinya aku melihat kejadian seperti itu lagi aku tak menyangka dengan ini semua. Aku benci pada sahabatku to, dia tak mengerti perasaanku.
“Rista, kantin yuk!” Ajak ira padaku. Aku tak menjawabnya karena hatiku masih sakit karenanya.
“Ris dengerin aku gak kamu? Rista” Lia tetap mengajakku ke kantin bersamanya.
Diapun menyerah membujukku. Aku mulai meneteskan air mata setiap melihatnya.
Ira pun pergi ke kantin sendiri.
Jam istirahat, jam pelajaran telah berlalu, saatnya pulang. Langkahku terhenti saat melihat Andi dan Lia berpegangan tepat di depanku, dia tak sedikit pun melirikku.
“Andi? Kau?” Teriakku menghampirinya dan menamparnya.
“Kau tega begini sama aku, kau tak menghargaiku, apa salahku Di? Apa?” Bentakku sambil merengek-rengek.
“Rista dengerin kita dulu.” Potong Ira.
“Diam, kok Ira? Kamu sahabatku tau bukan? Kamu tega ya! Tega kau.”
Aku langsung memintanya mengakhiri hubungan ini. Andi mengejarku dan menarik tanganku terdengar nyanyian sebuah lagu ulang tahun yang membuatku bingung.
“Apa ini, Di?” Tanyaku bingung.
Semua teman-teman berkumpul mendekati kami dan membawa kue ulang tahun untukku.
“Maafin aku Ris! Aku gak bermaksud nyakitin kamu, semua ini hanya sebuah rencana kejutan ulang tahun mu.” Jelas Andi mengembalikan perasaan bahagiaku.
“Iya Ris, aku dan dia gak ada apa-apa kok, ini hanya sengaja buat rencana ulang tahun mu.” Jelas Ira padaku memeluknya dengan perasaan senang dan kesalahpahaman itu benar-benar salah.
“Makasih semuanya, aku sayang kalian, dan aku sayang kamu Andi.”
“Cie.. ciee..” Gemuruh teman-temanku. Kami pun saling berminta maaf karena rencana yang membuat kesalah-pahaman terjadi.
CerpenKejutan Dibalik Kesakitan adalah cerita pendek karangan Syifa Mawadah Elpasya Symes. Kategori Cerpen Cinta. Pembaca dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya dengan mengklik namanya.