Home > Cerpen Cinta > Andakara-Part 2

Andakara-Part 2

Aku mengikutinya secara diam-diam. Konyol memang. Tapi aku tahu dan sadar yang aku lakukan. Aku jatuh cinta, pada seorang gadis polos dan sederhana yang kini tampak tengah memijat-mijat kaki kurusnya di pinggiran trotoar pasar.

Aku tersenyum. Konyol. Entah bagaimana caranya seorang gadis dengan daster lusuh dan keringat di seluruh wajah malah terlihat begitu mempesona di mataku. Larasati yang kucintai itu tengah berperang dengan lelah dan peluh saat ini. Tapi gilanya, aku malah menatapnya dengan serakah dan terpesona tanpa bisa kucegah.      

Andakara-Part 2
Andakara-Part 2 – Pixabay

Aku mendesah kalah. Dengan senyum kecil karena geli akan hatiku yang dilanda rindu, aku mendatanginya.

 “Hei!” sapaku ramah mengabaikan debaran keras di dadaku.

Laras menoleh lalu tertegun menatapku. “Mas Andaka?”

Dia menatapku, lembut. Membuatku serasa dipaku kelu di depan dua mata coklat beningnya yang menenangkan.

 “Kenapa kamu selalu dalam kondisi mengenaskan tiap kita bertemu?” tanyaku lembut dan sedikit bercanda.

Laras tersenyum kecil, lesung pipitnya yang samar terlihat mempesona. Aku menahan nafasku gugup. Konyol memang, padahal sebelumnya pacar-pacarku yang model super cantik sekalipun tak bisa membuatku gugup hingga kebingungan seperti ini.

“Aku keliatan jelek ya mas? Hehe.. pasti lah. Gerah benget ya Jakarta. Udaranya ndak enak, Mas.” Jawab Laras sambil mengusap keringat dari poni tipisnya.

Aku tersenyum, dalam hati sangat tak setuju kalau dia jelek. Andai dia tahu kalau saat ini rasanya aku ingin menariknya ke pelukanku karena gemas dan rinduku yang sudah menggila.

“Kamu cantik, Laras.” Aku tersentak sendiri saat mulutku dengan konyolnya berkata jujur.

Laras mengerjap lalu terlihat salah tingkah. “Mas matanya harus diperiksa dokter kayaknya.” Ucapnya pelan dengan senyum malu-malu.

Aku terkekeh mendengarnya. “Gak usah Ras, kalau aku pergi ke dokter nanti mataku lebih parah kalau liat kamu.” Ucapku sambil tersenyum jahil.

Dia mengernyitkan keningnya bingung. “ Kenapa bisa gitu?”

Aku tersenyum konyol. Kufikir, aku akan mulai maju saja sekarang. Kepalang jatuh cukup dalam karena gadis asing ini, maka kuputuskan tenggelam sekalian.

“Bisa. Kalau mataku lebih sehat lagi, berarti kamu juga akan berkali-kali lipat terlihat lebih cantik di mataku.” Ucapku sungguh-sungguh lalu memalingkan wajahku yang terasa panas.

Aku memang geli sendiri dengan omonganku. Liat saja Laras sekarang menganga dengan wajah semerah tomat karena ucapanku. Haha!

Ya Tuhaaan,, apa jatuh cinta membuatku berubah jadi pria konyol tukang gombal. Ah! Entahlah, aku tak peduli. Sudah kubilang kan  kalau aku akan maju, jadi aku tak akan segan lagi menabrak apapun demi gadis ini.

“Mas Andaka bercandanya bisa aja.” Elak Larasati salah tingkah.

Aku tertegun melihat reaksinya. Debaranku semakin menggila didalam sana. Entahlah, tapi boleh saja kan kalau aku berharap pertemua pertama kami dulu juga berkesan dalam baginya.

Aku menatapnya dalam. Tak bisa mencegah luapan perasaan rindu hebat yang menyiksaku sebulan penuh sejak terakhir kali aku menguntitnya.

“Larasati,,,” panggilku sepenuh hati.

Larasati menoleh dan tersenyum cantik sekali. “Iya,, mas? Kenapa?” tanyanya ragu-ragu.

“Aku jatuh cinta sama kamu.” Ucapku mantap sambil menatap lurus matanya yang kini membelalak horror kearahku.

“Haaah?!” dia hanya tergagap dengan wajah yang berubah sedikit pias.

“Kok, hah? Aku cinta kamu, Laras. Dengan semua baik dan buruknya diri kamu. Kurang dan lebihnya segala hal tentang kamu.”

Laras terdiam. Matanya menyorot putus asa tiba-tiba. “Mas cuma kasihan sama Laras. Belum tentu itu cinta, mas. Kita bertemu juga cuma sekali.” Ucapnya pelan.

Aku menghela nafas sesak. Aku takut ditolak, aku yakin tak akan siap jika cintaku ini ternyata cuma sepihak. “Aku sudah dewasa, Laras. Tahu yang mana cinta, dan yang mana simpati atau kasihan saja. Dan asal kamu tahu, gak ada rasa kasihan yang berakhir jadi rindu yang menggila seperti yang aku rasaka sama kamu.” Jawabku dengan nada tegas.

Laras terdiam,  aku menatapnya tajam. Hatiku berdebar mengerikan sekarang. Aku takut, demi apapun aku sudah jatuh cinta setengah gila pada gadis ini.

“Jangan diam Ras. Kumohon balas perasaanku. Aku mau kamu juga cinta sama aku.” Ucapku nekad setengah memaksakan kehendak.

Laras tersentak, dia menatapaku tak percaya. “Laras miskin, Mas.”

“Aku tahu. Dan aku cukup mapan untuk menafkahimu.” Jawabku mantap.

“Laras buta huruf, mas. Bodoh, kumal, dan cuma seorang pembantu.” Ucapnya lagi dengan nada terdengar gusar.

“Kamu bisa sekolah nanti. Lalu, tak ada hukum dan aturan manapun yang melarang kita menikahi seorang pembantu, Ras. Bukan profesimu yang aku lihat, tapi kamu. Bukan juga isi otak dan statusmu yang aku cintai. Tapi seluruh hal tentang kamu aku cintai dan aku inginkan, Laras.’ucapku kesal.

“Laras gak cantik, mas.”

“Aku tuh cari istri buat teman hidup dan ibu dari anak-anakku kelak, bukan cari perempuan cantik buat di pajang di muka umum. Kamu cantik Ras. Kamu tercantik di hatiku.”ucapku agak sedikit konyol karena panik takut ditolak.

“Maksud mas Andaka, teman hidup itu,,, istri?” cicitnya dengan wajah yang semakin pias.

Aku mengangguk mantap. “ Ya. Aku hanya ingin kamu jadi istriku, bukan kekasihku. Aku ingin mencintaimu tanpa batas apapun dan juga dengan cara yang benar. Aku mencintaimu, maka aku juga menghormatimu. Aku ingin kamu ada di posisi terlayak di hidupku.”

Larasati terkesiap, mulutnya terkunci lalu dia menunduk dalam tanpa bergerak.

Aku sedikit gemetar karena panik. Ini pertama kalinya aku nekad melamar seorang gadis, tapi bukan respon bahagia ala cerita romantic yang kudapat. Sebaliknya, rasanya aku seakan sedang menanti pengumuman eksekusi yang akan menimpaku. Menyiksa sekali rasanya saat melihat orang yang kucintai malah terlihat pucat dan ketakutan saat aku mengungkapkan cinta padanya.

“Laras,,, cintai aku. Bisakah?” lirihku.

Aku memejamkan mata tak tenang, sekarang aku tahu rasanya jadi Azka, adikku. Jatuh cinta pada gadis tak biasa bagi kami, ternyata benar-benar menguji hatiku. Untungnya Azka lebih beruntung karena cintanya berbalas tanpa harus bersusah payah dan jadi penguntit berbulan-nulan sepertiku.

“Maaf Mas,,, Laras gak bisa.”

Deg!

Ada yang melonjak menyakitkan di dadaku. Seperti inikah rasanya serangan jantung? Karena rasanya dadaku sesak dan nyeri sekali hingga rasanya seluruh tubuhku melemas tanpa tenaga.

“Gak bisa? Maksud kamu apa?” tanyaku lirih berusaha meraih kabut harapan yang hampir lenyap di hatiku.

“Laras akan menikah dua bulan lagi.”

Aku menarik nafasku yang sesak tak terkira dengan keras. Mataku memanas, dengan setengah gemetar aku menatapnya tak percaya.

“Siapa yang akan menikahi kamu?” tanyaku dengan nada marah yang tak bisa kucegah.

“Calon suami Laras juga bekerja bareng Laras, orangnya baik, Mas. Sayang sama Laras.”

Aku tertawa miris. “Jadi aku kurang baik? Aku buka cuma sayang sama kamu. Aku cinta kamu Ras. Sangat cinta.”

“Maaf, mas. Aku sudah jadi calon istri orang.” Ucap Larasati sambil menunduk.

Aku terdiam. Nafasku memburu cepat. Aku tahu aku egois, pemaksa dan lainnya. Karakterku memang bukan malaikat seperti Azka. Aku mengepalkan tanganku untuk meredam kekecewaan hebat yang kurasakan.

“Cintai wanita yang sepadan denganmu, Mas. Kamu orang baik.” Hanya kalimat sependek itu yang keluar dari bibir wanita yang membuatku merindu berbulan-bulan, dan kini meremukkan hatiku dalam hitungan menit.

Larasati beranjak pergi, tanpa menoleh melihat keadaanku yang kini serasa mengambang karena sakit hati.

Aku mengertakkan rahangku karena emosi, dengan nafas yang masih cepat dan kemarahan hebat, aku meraih ponsel di saku kemejaku.

“Halo! Bunda,, “

“Ya Daka?”

“Aku ingin menikah! Secepatnya. Carikan siapapun wanitanya, terserah bunda pilih siapa!”

“Apaa?!”

Part 02 end.

Cerpen Andakara Part 02 adalah cerita pendek karangan Tia Ayu Lestari. Kategori Cerpen Cinta. Pembaca dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya dengan mengklik namanya.

Silahkan Share Artikel Ini:

About Tia Lestari

Hanya orang biasa, yang mencoba membuat berbagai macam cerita pendek

Check Also

Sepeda Tua yang menggema dalam Jiwa - Image by Pixabay

Sepeda Tua yang menggema dalam Jiwa

Mentari bersinar kembali pagi ini, membangunkan setiap insan dari lelapnya malam. Tapi Sang Mentari, tidak …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *